Home / Nasional / Umum / Krisis Ekonomi dan Awal Mula Keterbukaan Informasi Keuangan

Krisis Ekonomi dan Awal Mula Keterbukaan Informasi Keuangan

Krisis keuangan global 2008 menghantam perekonomian di banyak negara, termasuk negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Atas hal tersebut, negara-negara itu pun berupaya memperbaiki kebijakan fiskal guna memperbaiki keuangan negara yang terpukul.

Alhasil, kebijakan fiskal yang diambil ialah memobilisasi sumber daya domestik termasuk di dalamnya pajak. Hal ini menjadi latar belakang pertukaran informasi perpajakan atau dikenal Automatic Exchange of Information (AEoI).

Dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI, Menteri Keuangan Sri Mulyani menerangkan, sumber daya domestik (pajak) sering merosot karena beberapa sebab. Di antaranya karena praktik penghindaran pajak (tax avoidance) dan pengelakan pajak (tax evasion) oleh para wajib pajak.

Wajib pajak yang melakukan penghindaran dan pengelakan pajak tersebut memanfaatkan kelemahan akan keterbatasan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan, baik dalam satu negara maupun negara lain.

“Salah satu modus, menghindari atau mengelak pajak dengan menggeser keuntungan atau profit dan menyimpan aset hasil kegiatan ekonomi di negara-negara disebut suaka pajak atau tax haven atau dikenal offshore financial center,” kata dia di Komisi XI DPR Jakarta

Menurut Boston Consultant Group, di 2013 terdapat aset masyarakat dunia sebanyak US$ 8,5 triliun yang berasal dari negara-negara Eropa Barat dan Asia Pasifik. Aset tersebut disembunyikan di suaka pajak seperti Swiss, Hong Kong, Singapura, Panama, Luxemburg, dan Uni Emirat Arab.

Sementara, pada 2008, Amerika Serikat (AS) berhasil membuktikan bahwa satu bank yakni UBS Swiss menjadi tempat penyembunyian aset keuangan wajib pajak AS.

“Menurut investigasi Federal Bureau of Investigation (FBI) disebutkan bahwa aset keuangan disembunyikan untuk menghindari pajak oleh wajib pajak AS,” ujar dia.

Dari kasus itu, pemerintah AS kemudian mengenakan denda US$ 700 juta ke UBS Swiss dan mewajibkan bank itu mengungkapkan informasi lebih dari 5.000 rekening milik wajib pajak AS kepada lembaga perpajakan AS atau dikenal Internal Revenue Service (IRS).

Sejalan dengan itu, AS pun mengeluarkan kebijakan yang disebut Foreign Account Tax Compliance Act (FACTA) pada 2010. Kebijakan ini bersifat unilateral di mana semua institusi yang beroperasi dan menerima dana wajib pajak AS memberikan informasi ke IRS.

“Di mana kebijakan tersebut mengharuskan semua lembaga keuangan asing atau foreign financial institution untuk memberikan informasi tentang nasabah mereka yang merupakan warga AS ke IRS,” ungkap dia.

 

Sumber : Liputan6

About Trend Indonesia