Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai kinerja legislasi DPR pada tahun 2017 ini merupakan kinerja yang terburuk dibanding tahun sebelumnya.
Menurut data yang dihimpun Formappi, target prioritas 2017 yang ditetapkan sebanyak 50 RUU, DPR baru menuntaskan dua di antaranya yaitu RUU Perbukuan dan RUU tentang Pemajuan Kebudayaan. Jadi selama enam bulan kerja DPR baru menghasilkan dua UU baru dari Daftar RUU Prioritas.
Dibandingkan kinerja anggota DPR periode 2009-2014, kinerja DPR tahun ini juga kalah jauh. Pada tahun ketiga, DPR periode 2009-2014 mengesahkan lebih dari 40 RUU.
“Kinerja legislasi DPR 2017 sejauh ini bisa dibilang jauh dari harapan. Malah bisa dikatakan kinerja legislasi DPR hingga setengah tahun terakhir sangat buruk,” ucap Peneliti Senior Formappi Lucius Karus saat dihubungi SINDO, Senin 3 Juli 2017.
Menurutnya, sulit mengharapkan bahwa target 50 RUU Prioritas akan bisa dikejar dalam sisa waktu enam bulan ke depan. “Tentu saja kinerja DPR seperti ini sangat tak sebanding dengan kinerja DPR periode yang lalu dimana di tahun ketiga seperti tahun ini bisa mencatat hasil UU baru sebanyak kurang lebih 20 RUU,” tegasnya.
Dia mengatakan, salah satu faktor penyebab yang membuat jebloknya kinerja legislasi DPR periode ini adalah kesibukan DPR dengan urusan perburuan kekuasaan untuk mereka sendiri.
“Tak mengherankan setiap tahun mereka selalu ingin mengutak-atik kursi pimpinan. Sampai-sampai UU MD3 beberapa kali coba direvisi hanya demi mengakomodasi kepentingan partai-partai di DPR,” jelasnya.
Perburuan kekuasaan antar partai, lanjut Lucius, membuat pembahasan RUU lain menjadi berantakan. Ditambah lagi dengan alotnya pembahasan RUU Pemilu. Ini juga soal kepentingan partai-partai.
“Sehingga nampak sekali penyandera utama kinerja legislasi DPR adalah kepentingan politik DPR yang tak pernah bisa merasa puas dengan kekuasaan yang kini mereka telah genggam,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua Baleg DPR Firman Soebagyo menyatakan sampai sekarang belum ada kemajuan terkait capaian prolegnas, beberapa pembahasan UU sampai sekarang belum ada perubahan hal tersebut lantaran pembahasannya yang tak kunjung selesai.
“Kendalanya itu adalah pembahasan tingkat I di masing-masing Panja dan Pansus yang belum berkembang sama sekali, belum ada pergerakan sama sekali, seperti UU MD3 macet,” tegasnya.
Begitupun, sambungnya, dengan RUU yang merupakan inisiatif pemerintah. Beberapa UU inisiatif pemerintah belum ada kejelasan karena belum masuknya draft RUU tersebut.
Firman juga mengeluhkan kewenangan Baleg yang terbatas dan tidak punya kewenangan lebih membahas UU seperti layaknya komisi, Panja dan Pansus
“Supaya tercapai prolegnas baleg tidak punya kewenangan mengatur atau mempercepat bahasan, kami hanya menunggu untuk melakukan harmonisasi, atas dasar inilah ada usulan supaya Baleg kewenangannya dikuatkan lagi,” ungkapnya.
Sumber : SindoNews