Home / Ekonomi / Keuangan / Efek Positif Aturan GWM Primer Averaging bagi Bank Besar dan Kecil

Efek Positif Aturan GWM Primer Averaging bagi Bank Besar dan Kecil

Penerapan aturan Giro Wajib Minimun (GWM) Primer Averaging atau rata-rata oleh Bank Indonesia (BI) berdampak positif baik untuk bank besar, menengah dan kecil. Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan implementasi GWM primer rata-rata merupakan bagian dari reformulasi kerangka operasional kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) guna meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter.

“Menurut saya, GMW merupakan best practice yang diterapkan oleh bank sentral di dunia dimana survei menunjukkan bahwa dari 113 negara, 92 negara (81%) sudah menerapkan GWM Rata-rata,” terang Josua, Kamis
Lebih lanjut Ia menerangkan bagi bank besar, implementasi GWM Rata-Rata membuka peluang untuk gapping penempatan ke tenor yang lebih panjang guna meningkatkan efisiensi pengelolaan likuiditas dan enhance return. Menurutnya GWM Rata-Rata juga meredam gejolak likuiditas dari ketidakpastian timing dan besaran aliran dana nasabah sehingga dapat mengurangi tekanan volatilitas suku bunga PUAB.

Sedangkan bagi bank kecil, khususnya dengan likuiditas terbatas, penerapan GWM Rata-Rata akan bermanfaat untuk mengurangi temporary liquidity shock dan dimungkinkan untuk menunda transaksi pinjam dari pemenuhan GWM. Jika memiliki likuiditas berlebih, bank dapat memanfaatkan untuk mencukupi perkiraan kebutuhan likuiditas yang meningkat pada hari lainnya.

“Meskipun dampaknya diperkirakan marginal pada tambahan likuiditas bank, namun GWM rata-rata yang utama adalah memberikan fleksibilitas perbankan dalam mengelola likuiditas yang pada akhirnya mendorong efisiensi perbankan,” paparnya.

Selain itu, terang dia GWM rata-rata berdampak positif pada pendalaman pasar keuangan dimana akan mendorong lengthening tenor di pasar PUAB (>O/N) serta mendorong transaksi repo.

“Bagi bank-bank dengan kondisi likuiditas yang terbatas, justru didorong untuk melakukan transaksi repo antar bank mengingat sebelumnya OJK juga sudah meluncurkan Global Master Repurchase Agreement (GMRA) Indonesia yang menjadi landasan pelaksanaan transaksi repo sedemikian sehingga mendorong pendalaman pasar keuangan,” ungkapnya.

Ditambahkan olehnya data terakhir menunjukkan sudah 74 bank yang menandatangani GMRA tersebut. Dengan demikian kondisi likuiditas perbankan pun menjadi semakin manageable yang pada akhirnya dapat mengoptimalkan fungsi intermediasi perbankan dalam rangka penyaluran kredit.

“Data menunjukkan bahwa kondisi likuiditas perbankan pun cenderung terkendali dengan rasio alat Likuid/DPK pada bulan Mei yang mencapai 21,7% meningkat dari bulan Desember 2016 yang mencapai 21,6%,” pungkasnya.

Ekonom Bank Central Asia David berharap agar suatu saat nanti ada kemungkinan diperlukan pelonggaran GWM primer karena GWM rata-rata hanya sebatas membantu pengelolaan likuiditas saja. “Mungkin bisa dengan porsi GWM-nya diturunkan sedikit untuk release liquidity. Diharapkan penerapan GWM rata-rata dapat membantu bank-bank dalam mengelola likuditasnya. Saya perkirakan dengan kondisi makro yang semakin baik, pertumbuhan kredit akan makin baik di semester dua,” ujarnya

 

Sumber : Sindonews

About Trend Indonesia