KPK untuk saat ini sedang mencari kenapa kalah dalam praperadilan dari Setya Novanto dan alhasil lepasnya Ketua DPR itu dari status sebagai tersangka e-KTP. Meski berkesempatan dalam menetapkan Setya Novanto yang hrus menjadi tersangka, pihak KPK saat ini mencoba mengevaluasi dari putusan praperadilan.
“Saat ini sedang dilakukan evaluasi terkait keputusan dari praperadilan,” tegas Kabag serta Publikasi KPK Priharsa Nugraha terhadap wartawan di kantornya, Jl.Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin 2/10/2017.
Ketua KPK Priharsa berusaha untuk mengumpulkan informasi yang lebih valid untuk menginventarisasi terkait kemungkinan terjadi berbagai cara untuk mengungkap masalah diatas. Salah satunya penetapan Setya Novanto menjadi tersangka lagi.
“Iya memang begini, tidak mqsalah boleh atau belum boleh, bahkan bisa ataupun tidak bisa (menetapkan kembali Novanto menjadi tersangka), semua aspek tersebut sedang dalam pertimbangan sebab masih ada beberapa langkah yang harus diambil dengan lebih cermat juga, dan harus lebih hati-hati untuk menjalankannya. Dari bebasnya perkara e-KTP dan jangan tergesa-gesa,” tuturnya.
Ketika menjadikan Setya Novanto sebagai tersangka dari tanggal 17 Juli lalu, KPK menyebutkan telah mendatangkan keterangan dari 116 saksi. Untuk hasil penyidikan yang sudah dilaksankan telah masuk materi pertimbangan.
Hari Jumat 29/9/2017 kemarin, Hakim Cepi Iskandar telah mengabulkan dari permohonan praperadilan yang mana diajukan pihak Setya Novanto. Keputusan Hakim Cepi terkait penetapan tersangka dilakukan memasuki tahap akhir dari penyidikan dalam suatu perkara. Yang mana tindakan itu dilakukan agar lebih terjaga harkat dan martabat mereka. Cepi menangapi penetapan tersangka Setya Novanto memang tidak sah.
Akan tetapi, berdasar dari peraturan Mahkamah Agung/MA No.4 Tahun 2016 terkait Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan, MA juga menegaskan ketika tersangka yang menang dalam praperadilan, masih bisa ditetapkan menjadi tersangka lagi. Namun ada syaratnya, penyidik sedikitnya juga mempunyai barang bukti baru dengan sah, berbeda dari alat bukti dari sebelumnya yang masih berkaitan dengan perkara persaidangan.
“Keputusan praperadilan yang memberikan kesempatan terkait permohonan terkait tidak sahnya dari penetapan tersangka, bahkan tidak memutus kewenangan dari penyidik untuk kembali menetapkan yang bersangkutan tersangka,” dari bunyi Pasal 2 ayat 3 Perma 4/2016 yang dikutip detikcom.