Home / Ekonomi / Komoditi / Pengamat : Pemerintah harus akui kelangkaan jagung

Pengamat : Pemerintah harus akui kelangkaan jagung

Anjloknya harga daging ayam dan telur saat ini bukanlah kali pertama di Indonesia. Peternak kerap dirugikan akibat kondisi tersebut. Belum lagi soal pasokan jagung yang makin menipis dan harganya yang fluktuatif.

Untuk mengatasi anjloknya harga daging ayam dan telur di tingkat peternak, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) no. 27 tahun 2017 beberapa bulan lalu. Namun nyatanya, sampai saat ini, aturan tersebut belum berhasil mengendalikan harga produksi di tingkat peternak. Seakan seperti siklus yang terus berulang.

Pengamat pertanian, Khudori berpendapat, pemerintah wajib mempertanggungjawabkan dampak dari kebijakan yang dibuatnya. Beberapa kali Menteri Pertanian mengatakan bahwa tahun 2017 ini, Indonesia surplus jagung, sehingga keran impor jagung ditutup.

“Pemerintah harus mengakui, nyatanya di lapangan, peternak mengaku kesulitan mendapatkan jagung. Harus realistis, jangan hanya karena target politik jadi mengorbankan pihak lain,” ungkapnya pada KONTAN, Rabu (5/7).

Mengatasi masalah kelangkaan jagung di kalangan peternak, menurut Khudori, pemerintah harus mencari solusi terbaik dan sebaiknya untuk jangka panjang. “Kalau pemerintah tidak yakin, turunlah ke lapangan. Cek, benar atau tidak kondisinya seperti itu,” ujarnya.

Khudori memaparkan, salah satu solusi yang bisa dilakukan pemerintah adalah pemerataan hasil panen jagung. Karena tidak jarang terjadi penumpukan hasil panen.

Namun apabila ternyata sudah tidak ada pasokan dari wilayah lain, mau tidak mau, pemerintah harus membuka lagi impor jagung.

“Ya bisa impor itu pilihan terakhir. Tapi kalau impor pun juga tidak masalah karena di UU Pangan tidak diharamkan juga. Kondisinya saat ini produksi kita memang belum mencukupi,” jelasnya.

Hal kedua yang harus dilakukan pemerintah adalah memangkas pasokan Grand Parent Stock (GPS) lewat afkir dini. Anjloknya harga daging dan telur disinyalir karena kelebihan pasokan, namun penyerapan pasar menurun.

“Saat ini daya beli masyarakat sedang menurun. Belum lagi over supply GPS akibat salah hitung saat impor Grand Grand Parent Stock 2015 lalu,” terang Khudori.

Ia menilai pemerintah tidak konsisten menjalankan kebijakan yang dibuatnya. “Beberapa bulan lalu dibuat aturan tentang afkir dini. Tapi nyatanya sekarang harga anjlok lagi. Berarti realisasinya belum maksimal,” ujarnya.

Jika ingin kondisi serupa tidak terus berulang, Khudori menegaskan, pemerintah harus segera memaksimalkan program afkir dini dan menyediakan pasokan jagung yang memadai.

 

Sumber : Kontan

About Trend Indonesia