Home / Ekonomi / Perundingan Pemerintah dan Pt Freeport Terancam Gagal

Perundingan Pemerintah dan Pt Freeport Terancam Gagal

Saat ini Pemerintah tengah melakukan perundingan dengan PT Freeport Indonesia terkait divestasi saham Freeport. Akan tetapi menurut Bhima Yudhistira, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance, perundingan tersebut terancam gagal. Pasalnya surat dari Presiden Direktur CEO Freeport McMoran Inc, Tichard C Adkerson bocor ke public.

Surat yang kini sudah beredar di publik tersebut merupakan surat penolakan dari Freeport McMoran Inc selaku induk perusahaan dari PT Freeport Indonesia. Penolakan tersebut terkait dengan skema dari pemerintah mengenai tawaran divestasi saham sebesar 51 persen.

Surat dari Bos besar Freeport tersebut diterbitkan pada 28 September 2017 yang ditujukan pada Sekertaris Jenderal Kementerian Keuangan, Hadiyanto. Surat tersebut juga ditembukan kepada Sri Mulyani, selaku Menteri Keuangan.

“Bocornya surat Freeport mengindikasikan bahwa kesepakatan antara Freeport dan Pemerintah terancam menemui deadlock. Terdapat perbedaan yang sangat ekstrem antara keterangan pemerintah dan Freeport,” tukas Bhima pada wartawan Kompas, Senin (2/10/2017).

Terdapat tiga alasan utama mengapa Freeport menolak penawaran pemerintah. Alasan pertama adalah besaran nilai divestasi saham. Bhima menuturkan Freeport meminta untuk nilai investasi saham untuk pelepasan saham harus berdasar Kontrak Karya jilid II pada tahun 2014. Sedangkan jika nilai saham didasarkan pada kontrak tersebut, maka harga yang harus dibayar oleh pemerintah adalah dua kali lipat dari nilai sekarang.

Permasalahan yang kedua adalah permintaan Freeport tentang mekanisme pembayaran, dimana Freport meminta skema pembelian melalui pemawaran terbuka atau initial public offering. Tentu saja skema ini menguntungkan pihak Freeport dan merugikan pemerintah rawan dengan permainan dari spekulan sehingga harga akan semakin melonjak.

Permasalahan ketiga adalah permintaan Freeport agar kendali tata kelola internal dan pengelolaan operasional berada di bawah tangan Freeport, bukan pemerintah Indonesia. Tentu saja dengan pengelolaan ini kepemilikan pemerintah menjadi kepemilikan semu dan hanya memperkuat posisi status quo Freeport.

Akhirnya dari ketiga permasalahan tersebut, perundingan ini akan terancam gagal. Dari permasalahan tersebut posisi pemerintahan semakin terpojok. Jika kondisi perundingan seperti ini terus terjadi ada kemungkinan kasus ini akan berlanjut di meja arbitrase internasional.

 

About Intan Pratiwi