Home / Nasional / Umum / MPR Sebut Jangan Ada Ruang Komunisme

MPR Sebut Jangan Ada Ruang Komunisme

Sekarang lagi ramai berbicara terkait isu kebangkitan komunisme dan perbincangan tersebut begitu viral didengungkan dari berbagai kalangan tertentu, namun akan lebih semakin menarik ketika ada berbagai pernyataan yang masih kontroversi yang mana diambil dari Hidayat Nur Wahid, selaku wakil ketua MPR RI.

MPR RI (Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia). Yang mana meiliki tugas dari MPR RI adalah sebagai lembaga legislatif bikameral, dan dianggap salah satu lembaga tinggi negara untuk sistem tata negara yang ada Indonesia.

Namun kita harus memahami ranah yang menjadi kewajiban dari instantsi tersebut, sebab sekarang kita merasakan jika perdebatan masalah yang bukan wewenang sudah terkontaminasi dengan urusan yang lain yang jauh dari tugasnya.

Tidak perlu dijabarkan tugas dari MPR, karena semua bisa mengakses sendiri terkait tugas tersebut, Setelah memahami apa saja tugasnya dan tanggung jawabnya yang besar MPR-RI.

“Empat Pilar yang sangat penting untuk disosialisasikan hal itu dkarenakan banyak tantangannya untuk saat ini. Yakni, masih terdapat satu pihak yang diduga akan menghilangkan dari esensi dari Empat Pilar” Tegas Hidayat.

“Nah yang menjadi pertanyaan mungkinkah itu radikalisme, separatisme, komunisme serta liberalisme. Dari semua dugaan tersebut tidak sesuai dari prinsip Pancasila serta UUD Negara 1945.” Sambung Hidayat.

“Sudah tidak ada lagi ruang bagi komunisme di Indonesia berkembang, apalagi PKI salah satu organisasi terlarang yang sudah ditetapkan TAP MPRS No. 25 1966, bahkan dikuatkan oleh TAP MPR No. 1 tahun 2003, tidak hanya itu UU KUHP No. 17 tahun 1999, dikuatkan kembali dengan UU Keormasan dengan Pasal 107 Undang-Undang No.27 Tahun 1999, UU No 17 tahun 2013 dan terakhir perpu No.2 tahun 2017… hal itu bertujuan untuk Sosialisasi Empat Pilar, dan masyarakat semakin yakin dan kuat dalam NKRI. Kuat dengan Pancasila dan semakin memiliki energi, yang ertujuan untuk masyarakat tidak lagi terpengaruh dengan idiologi yang lain selain Pancasila serta UUD 1945,” tutup Hidayat.

Dari pernyatan tersebut membuat bingung kenapa orang-orang yang ada di atas, yang masih cenderung menikmati hak, dari pada menjalankan kewajiban. Nah seharusnya kita tahu dari politisi bahwa banyak berbagai masalah internal dalam partai itu sendiri. Dari hal itu yang membuat pertanyaan terkait pemgamalan Pancasila.

Hingga saat ini kita masih bicara terkait tenun kebangsaan, yang mana kita masih terjebak dengan retorika manis namun masih minim adanya realisasi?

About Intan Pratiwi